Showing posts with label learning journey. Show all posts
Showing posts with label learning journey. Show all posts

Thursday, December 17, 2015

Mengenal Higly Sensitive Person (HSP) (part1)

Judul artikel yang tidak pernah terbayang sama sekali bagi saya untuk menuliskannya. Saya baru saja mengetahui istilah tersebut hari ini ketika saya mencoba mencari tahu adakah hal yang salah dengan terlalu mudah menangis dan menjadi perasa, serta bagaimana cara memperbaikinya. Ketika saya melakukan googling, saya tertarik dengan istilah Highly Sensitive Person (HSP) dan mulai mempelajari beberapa hal menarik mengenai HSP. Tidak terlalu banyak artikel dalam bahasa indonesia yang menuliskan mengenai HSP. Semoga apa yang saya tulis ini bisa membantu teman-teman yang mungkin saat ini juga sedang bertanya-tanya adakah hal yang salah dengan menjadi perasa :)

Artikel ini bukan bertujuan untuk mencari pembenaran diri dari menjadi orang yang perasa, dan mudah tersinggung. Tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini, tentu setiap orang perlu berproses untuk terus berusaha mengevaluasi diri dan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik lagi. 


"Our sensitivity is a part of who we are as people. It is what makes us loving and affectionate. It is why we care so much about others and often do what we can to make people happy. Without this quality, we would be completely different people. Being a Highly Sensitive Person definitely has its struggles, but it can also be a wonderful gift and honestly we wouldn’t have it any other way"
"Perasaan sensitif adalah bagian yang kita miliki sebagai manusia. Itu adalah hal yang membuat kita mencintai dan menyayangi. Hal inilah yang membuat kita sangat peduli terhadap orang lain dan seringkali hal tersebut membuat kita mencoba melakukan sesuatu agar orang lain bahagia. Tanpa kepekaan dan sensitivitas tersebut, kita akan menjadi orang yang berbeda. Menjadi seorang HSP tentunya memiliki pergumulan dan perjuangannya sendiri, namun hal tersebut  dapat kita anggap sebagai sebuah hadiah  dan kesempatan yang luar biasa yang dapat kita miliki" 


Perlu menjadi catatan dan perhatian kita bahwa menjadi HSP bukanlah kelainan dan abnormal. Tidak ada hal yang salah dengan menjadi peka dan sensitif, kita hanya perlu mengenali hal yang menjadi kekurangan dan kelebihannya serta bagaimana mengelolanya. 

Ciri-Ciri dari Highly Sensistive Person (HSP)
Berikut adalah beberapa ciri dari HSP yang dari beberapa artikel yang saya baca:
  1. Orang lain cenderung mengatakan kepada Anda, bahwa Anda terlalu sensitif, terlalu emosional, terlalu sering mengandalkan perasaan, dan menganggap/memikirkan hal-hal terlalu personal (take things too personally)
  2. Mudah sekali menangis
  3. Anda merasakan perasaan orang lain bahkan sebelum orang tersebut menceritakan perasaan yang mereka rasakan :)
  4. Hal-hal negatif mempengaruhi Anda (Negativity overwhelms you). Ketika orang lain dapat mentolerir nada/intonasi yang tinggi atau kemarahan, hal tersebut membuat Anda 'sakit' atau merasa tidak nyaman. Anda menginginkan kedamaian dan ketenangan 
  5. Anda merasa tidak nyaman ketika hal-hal terjadi di luar kendali Anda
  6. Suasana hati Anda dapat berubah sewaktu-waktu. Hal ini dapat dipengaruhi oleh suasana hati, emosi dan persoalan yang dialami orang lain
  7. Anda sangat intuitif dan bisa merasakan jika seseorang berbohong atau jika ada sesuatu hal yang salah
  8. Anda berusaha untuk selalu menyenangkan orang lain ("people pleaser") dan hal ini menjadi salah satu penyebab Anda sulit berkata "tidak" kepada orang lain
  9. Anda cukup perfeksionis dan merupakan orang yang memperhatikan hal-hal detail
Apa yang saya tuliskan di sini, belum mencakup semua dari ciri-ciri HSP, mungkin saya akan menuliskannya di artikel saya yang selanjutnya (sehingga ada alasan bagi saya untuk tetap terus menulis :D)

Mungkin sebagai seorang HSP seringkali kita merasa ada hal yang salah dengan diri kita menjadi terlalu sensitif dan mudah sekali menangis. Namun saya menemukan artikel di mana membuat kita harus mensyukuri bahwa kita termasuk di dalam golongan HSP. 
  1. Anda memiliki sifat empati yang alami
  2. Anda adalah orang yang tanggap
  3. Anda adalah orang yang berorientasi pada hal-hal detail
  4. HSP memiliki sikap dan sopan-santun di atas rata-rata
  5. Dan hal yang terpenting adalah "HSP are neurologically wired to be emotional and empathetic". You can't fight nature. It's so much better to embrace every aspect of your personality 
Jadi, apabila kita termasuk di dalam golongan HSP, maka jangan berkecil hati atau merasa putus asa dengan keberadaan diri kita. Mari kita terus memperbaiki diri dan memaksimalkan hal-hal yang menjadi kekuatan kita. 



Friday, March 20, 2015

Ujian yang Membawa Berkat

Beberapa tahun terakhir ini saya benar-benar merasa sedang menempuh 'ujian' di universitas kehidupan. Di sekolah, ujian adalah alat yang dipakai untuk menguji apakah seseorang sudah menguasai pelajaran yang telah dibagikan. Demikian juga di universitas kehidupan ini, ujian adalah alat untuk menguji apakah kita telah benar-benar menguasai sifat/keahlian tertentu yang ingin kita kembangkan/kuasai di dalam hidup ini.

Saya ingat betul permintaan saya di ulang tahun saya tahun yang lalu. Saya berharap menjadi pribadi yang lebih baik, sabar dan bijaksana. Sadarkah kita ketika kita ingin menjadi pribadi yang lebih sabar, maka ujiannya adalah kita harus menghadapi hal-hal yang menyebalkan dan kita harus belajar untuk tetap tenang, sabar dan bijaksana dalam menyelesaikan hal tersebut. Ketika saya ingin menjadi pribadi yang lebih sabar, maka konsekuensi yang saya harus terima adalah saya tidak boleh protes apabila dalam keseharian ada begitu banyak hal yang terasa begitu menyebalkan dan menguras emosi saya. Lah katanya ingin belajar sabar, kalau keadaannya aman, tentram dan damai, kesabarannya terbukti dari mana?
Saya akan dinyatakan lulus ujian kesabaran ketika situasi dan kondisinya begitu tidak mengenakkan dan menguras emosi namun saya tetap mampu tenang dan tidak terpancing emosi untuk menghadapi situasi tersebut.

Contoh real dari ujian kesabaran yang saya hadapi adalah menghadapi murid-murid yang (dalam versi saya) seenaknya sendiri, tidak ada motivasi untuk belajar (maunya main game terus), tidak mau nurut, dll. Kalau mau cuek dan diambil mudahnya, murid mau belajar atau tidak, mengerti atau tidak sih seharusnya saya tidak perlu ambil pusing. Kalau tidak mau belajar, ya tidak usah les, daripada les dengan terpaksa dan saya harus lelah fisik, perasaan dan pikiran untuk 'memaksa' anak ini untuk belajar. Namun dalam hal ini saya justru belajar banyak hal. Akan sangat mudah dan menyenangkan bagi kita para guru apabila mempunyai murid yang baik, penurut, dan rajin belajar. Kalau semuanya begitu indah, dan tidak ada tantangannya, keahlian diri apa yang sedang kita asah? Ketika kita menghadapi murid yang malas belajar, maka kita akan menjadi lebih kreatif, dan berpikir bagaimana supaya anak ini dengan senang hati untuk belajar? Bagaimana membuat pelajaran ini mudah dimengerti? dan yang lebih mendasar, bagaimana membuat anak ini untuk bersikap dengan lebih baik lagi? Tentunya kesabaran dan ketegasan saya menjadi lebih terlatih juga, karena saya tentunya tidak dapat berharap perubahan akan terjadi secara instan.

Demikian halnya dengan kebijaksanaan. Kita tidak dapat mengharapkan kita bisa belajar mengenai kebijaksanaan ketika hidup kita aman, tentram dan damai tanpa ada konflik atau tantangan yang dihadapi. Ada begitu banyak pergumulan yang terasa begitu berat dan menyakitkan, namun setelah itu semua terlewati saya beryukur sekali untuk pembelajaran yang boleh saya dapatkan.

Dalam sharing saya yang sebelumnya saya pernah menceritakan mengenai kebencian dan kepahitan yang saya alami terhadap orang-orang di lingkungan gereja. Saya dulu sempat berpikir bahwa orang-orang yang pelayanan dan orang-orang yang ke gereja tentunya orang-orang yang baik sehingga minim akan kesalahan. Ketika saya melihat dan mengalami sendiri bahwa orang-orang tersebut ternyata tidak jauh berbeda dengan orang-orang yang tidak ke gereja, maka saya jadi mempertanyakan kenapa saya harus ke gereja, saya merasa dikecewakan oleh orang-orang tersebut dan saya berpikir tidak lagi ingin ke gereja. Namun melalui pergumulan yang cukup panjang (dan tentunya penuh dengan air mata), saya pun belajar, manusia tidaklah sempurna, manusia telah jatuh di dalam dosa, saya sendiri pun bukanlah manusia yang sempurna. Tuhan tidak bersalah apa pun sehingga tidak ada alasan bagi saya untuk berhenti pelayanan, berhenti ke gereja, yang salah adalah pribadi manusianya. Walaupun mengalami hal-hal yang menurut saya tidak menyenangkan dan menyakitkan, saya sungguh bersyukur untuk pengalaman dan pembelajaran yang sangat berharga yang boleh saya dapatkan.

Masih ada kejadian lain yang saya rasa tidak menyenangkan buat saya, namun memberikan saya pembelajaran yang luar biasa. Mungkin seringkali di gereja kita menyanyikan "Meskipun badai silih berganti dalam hidupku, ku tetap cinta Yesus selamanya". Benarkah ketika badai tersebut terjadi, kita tetap cinta Yesus? Hal kecil yang saya alami mengingatkan saya akan lagu tersebut. Seringkali hal-hal kecil, sakit hati dan gesekan dalam pelayanan yang terjadi membuat saya merasa ingin menyerah dan tidak mau berjuang lagi. Apalagi ketika yang berkepentingan juga tidak peduli dan ambil pusing. Namun seorang sahabat berbagi kepada saya "Saya lho 'disakiti', 'dimarahi' gpp, yang penting tujuannya tercapai dan Tuhan yang dimuliakan". Dia menceritakan bagaimana dia dimarahi, padahal yang seharusnya bertanggung jawab adalah orang lain. Ketika kita disakiti, dikecewakan, akankah hal tersebut akan membuat kita berhenti melayaniNya? Kondisi yang tidak nyaman, tidak mengenakkan adalah hal yang dipakai untuk menguji kita akankah kita tetap 100% memberikan yang terbaik?akankah kita tetap melayaniNya?apakah kita cuma melayani apabila semuanya mendukung? Ketika saya merasa ingin berhenti karena merasa lelah dan sakit hati, di saat itulah saya belajar bagaimana untuk boleh tetap terus melayani dan memberikan yang terbaik. Saya jadi menyadari, karena gesekan dengan saudara seiman yang sepele saja saya hampir berhenti pelayanan, padahal saya sering menyanyikan "Meskipun badai silih berganti dalam hidupku, ku tetap cinta Yesus selamanya", mana buktinya??? Situasi tidak mengenakkan dan tidak nyaman yang kita alami adalah moment yang dapat kita pakai untuk membuktikan kesungguhan kita dalam melayani Dia.

Terlalu banyak hal yang dapat saya ceritakan bagaimana ujian-ujian yang terjadi dalam hidup saya membuat saya memperoleh pembelajaran berharga (berkat), dan tentunya ketika saya berhasil melewati ujian tersebut berarti saya naik ke level yang selanjutnya, dimana sama seperti di sekolah, ketika naik kelas, maka pelajaran dan ujiannya akan disesuaikan dengan level yang selanjutnya.  Saya tidak perlu kuatir apabila saya naik ke level yang selanjutnya, karena saya tahu saya akan dibekali dengan pengetahuan dan kemampuan yang cukup sebelum saat ujian itu tiba. Jadi, jangan takut apabila saat ujian itu tiba, karena kita telah dibekali terlebih dahulu sebelumnya dan hal tersebut PASTI membawa berkat bagi setiap kita.


Sunday, June 16, 2013

Membangun 'Saluran Pipa' Milik Kita

Ada dua orang sahabat yang bernama Embro dan Pipo. Embro berbadan tinggi besar dan Pipo adalah pribadi yang lebih kecil dari Embro dan sedikit kurus. Kedua sahabat ini seringkali saling ngobrol dan ternyata mereka jadi tahu bahwa mereka memiliki cita-cita/impian yang sama yaitu menjadi orang yang kaya, sukses dan berhasil.


Embro dan Pipo adalah tipe orang pekerja keras. Mereka tidak takut apabila harus bekerja keras sampai larut malam sekalipun. Namun mereka merasa belum ada kesempatan yang pas agar mereka dapat mewujudkan impian mereka tersebut. 


Suatu hari mereka melihat sebuah lowongan bahwa di sebuah desa sedang membutuhkan 2 orang pembawa air. Mereka merasa ini peluang yang tepat untuk mewujudkan impian mereka menjadi orang kaya. Maka segeralah mereka melamar sebagai pembawa air ke desa tersebut.


Karena desa tersebut sedang kekurangan air, maka kepala desa memutuskan untuk menerima Embro dan Pipo. Embro dan Pipo setiap hari harus menuju sumber mata air dan membawa air tersebut ke tempat penampungan air di desa tersebut.

Embro dan Pipo akan dibayar sesuai dengan banyaknya air yang berhasil dikumpulkan. Setiap hari Embro dan Pipo bekerja keras membawa air-air dari sumber mata air menuju ke desa.

Embro dan Pipo bekerja keras hingga malam mengangkut air-air tersebut. Mereka menyadari semakin banyak air yang mereka bawa maka akan semakin banyak uang yang mereka kumpulkan dan semakin cepat impian mereka menjadi kaya menjadi kenyataan.

Embro ingin sekali cepat menjadi kaya. Ia pun berpikir kalau ia dapat memperbesar kapasitas embernya, maka akan semakin banyak air yang dikumpulkan dan ia segera menjadi kaya dan bisa segera membeli rumah yang lebih besar.

Berbeda dengan Embro yang berpikir ingin memperbesar kapasitas ember. Pipo tidak merasa 'sreg' dengan cara konvensional yang mereka lakukan tersebut. Pipo berpikir bagaimana agar air tersebut dapat mengalir terus menerus dan lebih banyak lagi tanpa ia harus bekerja membawa ember-ember tersebut. Akhirnya Pipo menemukan ide untuk membuat saluran pipa yang menghubungkan sumber mata air dengan penampungan air di desa. Pipo dengan semangat menceritakan idenya kepada Embro namun Embro tidak tertarik dan malah mentertawakan ide Pipo tersebut.

Seperti biasa, Embro mengangkat air dengan menggunakan ember setiap harinya dan mengangkat ember-ember tersebut bolak-balik dari sumber mata air menuju desa. Sementara Pipo memutuskan untuk tetap melakukan apa yang menjadi idenya walaupun harus seorang diri. 

Pipo tetap mengangkat ember setiap harinya, namun Pipo meluangkan waktunya di akhir pekan untuk membuat saluran pipa. Tidak mudah, karena tidak ada hasil apa-apa yang tampak di awalnya, bahkan ada masyarakat di sekitar yang mencemooh apa yang dilakukan Pipo.

Embro sudah mulai dapat menikmati hasil kerja kerasnya. Embro sudah dapat membeli rumah yang lebih besar dan merubah gaya hidupnya dengan pergi ke bar setiap malamnya untuk menikmati hasil kerja kerasnya.

Namun hari berganti hari, tahun berganti tahun. Embro pun semakin bertambah tua dan tubuhnya semakin membungkuk karena ember-ember yang berat yang dibawanya setiap hari. Kini Embro pun tidak dapat membawa ember yang berisi air sebanyak ketika ia masih muda dulu. Sementara Pipo, ia sudah berhasil menyelesaikan saluran pipanya. Kini Pipo sudah dapat menikmati waktunya dan uang terus dapat mengalir masuk karena air terus mengalir dari sumber mata air ke desa tersebut.

Sahabat, Apa yang dilakukan oleh Embro dan Pipo merupakan gambaran bagaimana kita mendapatkan penghasilan kita.

Apakah kita seperti Embro yang menukarkan waktu dan tenaga kita untuk mendapatkan penghasilan? Untuk mendapatkan penghasilan yang semakin besar maka kita harus bekerja semakin keras. Bahkan gambar kapasitas ember yang diperbesar merupakan gambaran kita ketika menerima posisi/tanggung jawab yang lebih tinggi.  Namun hal yang perlu diingat adalah kita memiliki waktu dan tenaga yang terbatas.
Apabila kita bekerja seperti Embro, maka ketika kita semakin tua ataupun ketika kita sakit dan tidak dapat bekerja, maka hilang pula lah penghasilan kita. Berbeda dengan Pipo yang harus bekerja extra pada awalnya dengan tetap mengangkut ember dan juga membangun saluran pipa. Namun di akhir, kita dapat melihat bagaimana kerja keras Pipo membuahkan hasil. Ia tidak harus selalu menukarkan waktu dan tenaganya untuk mendapatkan penghasilan.

Bagaimana dengan setiap kita pada hari ini? Apakah kita seperti Embro yang baru mendapatkan penghasilan ketika bekerja, ataukah kita sudah seperti Pipo atau ingin seperti Pipo yang berhasil membangun saluran pipa pendapatannya dan tidak harus menukarkan waktu dan tenaganya untuk mendapatkan penghasilan?


**Kisah ini diambil dari sebuah video singkat yang dapat dilihat di http://www.youtube.com/watch?v=nsPXdZULiy4