Showing posts with label Movie. Show all posts
Showing posts with label Movie. Show all posts

Tuesday, August 13, 2013

Inspirasi dari film Korea "Glove"

Beberapa waktu yang lalu aku melihat film Korea di Net TV. Film yang sangat mengharukan (Ketika saya katakan mengharukan, maka dapat dibayangkan berapa banyak air mata yang saya tumpahkan ketika menonton film tersebut :D) dan memberi banyak inspirasi kepada saya. Di tengah maraknya sinetron-sinetron Korea yang marak dengan cerita percintaan, film Korea yang satu ini hadir dengan durasi kurang lebih dua jam dan menjadi salah satu film yang wajib untuk ditonton. Judul film tersebut adalah "Glove"
Entah mengapa film tersebut diberi judul 'Glove',mungkin karena glove/sarung tangan identik dengan permainan baseball. Film ini menceritakan seorang pemain baseball profesional yang bernama King Sang Nam yang memiliki temperamen dan sikap/attitude yang buruk. King Sang Nam dilarang bertanding untuk mewakili Korea karena pernah didapati bahwa dirinya mabuk dan melakukan kesalahan ketika dalam suatu pertandingan dan ada kemungkinan dirinya didiskualifikasi dan tidak boleh mewakili Korea dalam pertandingan baseball. King Sang Nam memiliki sahabat yang kemungkinan merangkap sebagai manajernya yang bernama Charles. Charles mengusulkan agar King Sang Nam menjadi pelatih baseball bagi sekelompok anak-anak tuna rungu di sebuah sekolah di daerah pinggiran. Mereka berharap dengan King Sang Nam melakukan 'aksi sosial' tersebut, perbuatan buruk yang telah dilakukannya dapat dimaafkan dan Ia dapat bertanding baseball kembali. Saya tidak akan menceritakan sinopsis cerita film 'Glove' namun saya ingin berbagi mengenai inspirasi yang saya dapatkan dari film tersebut.

Kim Sang Nam dan Charles sahabatnya
1. Persahabatan antara Charles dan King Sang Nam
Diceritakan dalam film tersebut bahwa mereka telah berteman dan bersahabat sejak SMA. Ketika Kim mengalami masalah, Charles tidak meninggalkan Kim. Charles justru mengupayakan dan mencari ide bagaimana supaya Kim dapat diterima lagi sebagai pemain baseball profesional untuk mewakili Korea. Bahkan ketika Charles terlebih dahulu tahu bahwa dewan/komite baseball Korea memutuskan tidak dapat memaafkan perbuatan Kim, Charles tidak memberitahukan hal tersebut kepada Kim dan terus menyemangati Kim. Setelah Kim akhirnya tahu bahwa ia dikeluarkan dari tim baseball Korea, Charles tetap ada di sisi Kim untuk terus mensupport Kim dan mengatakan Kim pasti bisa untuk kembali menjadi pemain baseball profesional.

Itulah sahabat sejati,  tidak hanya ada di saat kita senang atau ketika posisi kita di puncak, namun Ia akan ada bersama dengan kita di saat duka ataupun di saat kita terpuruk dan mampu memberikan dukungan dan dirinya untuk boleh berada di sana bersama-sama dengan diri kita. Charles bisa saja meninggalkan Kim dan menjadi manajer dari pemain profesional lainnya, toh Kim sudah pasti tidak dapat masuk di tim baseball Korea kembali, namun hal tersebut tidak dilakukannya.

King Sang Nam menjadi pelatih sekelompok anak-anak tuna rungu
2. Kim Sang Nam menjadi teladan dan inspirasi
Awalnya motivasi Kim hadir di sekolah tuna rungu tersebut hanyalah untuk mendapatkan maaf dan diterima bermain baseball kembali untuk mewakili tim Korea. Namun semuanya berubah dengan sendirinya. Kim yang awalnya tidak percaya bahwa anak-anak tuna rungu tersebut dapat bermain baseball dengan baik justru akhirnya sangat percaya bahwa anak-anak tersebut sama dengan anak-anak normal pada umumnya. Kim memberikan kepercayaan kepada anak-anak tersebut dan meyakinkan bahwa diri mereka mampu. Yang saya suka adalah ketika Kim melatih anak-anak tersebut dengan begitu kerasnya, dirinya ada bersama-sama dengan mereka. Ia tidak hanya menyuruh anak-anak berlari, namun Ia berlari bersama-sama dengan mereka, memutar lapangan berpuluh-puluh kali.

Pernah suatu kali tim baseball tersebut melawan tim baseball sekolah lain yang cukup ternama dan hebat. Tim baseball yang menjadi lawan mereka pun menyepelekan mereka dan berpura-pura mengalah. Namun pelatih Kim melihat hal tersebut dan menyadari maksud dari tim lawan yang dianggap menyepelekan mereka. Pelatih Kim pun menghampiri tim lawan dan menyatakan bahwa timnya tidak perlu dikasihani. Kalau tim lawan tersebut ingin agar tim baseball tuna rungu tersebut berkembang menjadi lebih baik, maka justru mereka harus mengerahkan kemampuan terbaik mereka, sehingga anak-anak tuna rungu tersebut dapat berjuang lebih lagi. Kalau tim lawan hanya mengalah, maka hal tersebut juga tidak akan membuat anak-anak tuna rungu tersebut menjadi lebih baik. Nah, dapat diduga bahwa tim lawan yang menjadi pemenangnya. Pelatih Kim pun menyadari kesedihan yang dialami oleh anak-anak tuna rungu tersebut. Ia mengajak anak-anak tersebut berlari untuk kembali menuju ke sekolah mereka. Jarak yang cukup jauh dari lokasi pertandingan tentunya membuat mereka sangat lelah, ditambah lagi dengan keadaan emosi yang mereka yang sangat sedih dan kecewa. Di tengah-tengah kelelahan dan kesedihan tersebut pelatih Kim meminta mereka untuk mengeluarkan seluruh emosi dan perasaan yang mereka rasakan. Walaupun mereka tidak dapat mendengar suara mereka, namun mereka dapat mendengar dengan hati mereka (Bagian ini sangat mengharukan ><).

Kim Sang Nam dan Na Joo Won

3. Mengatasi trauma dan sikap tidak mudah menyerah
Di bagian awal cerita diceritakan bahwa salah satu pitcher/pengumpan bola tim tersebut mengundurkan diri karena wajahnya terkena bola dan menjadi memar. Ia tidak mau bermain baseball lagi dan yakin tim baseball tersebut tidak akan bisa berkembang karena keterbatasan yang mereka miliki. Akhirnya pelatih Kim harus mencari seorang lagi untuk menggantikan pitcher tersebut.

Suatu malam pelatih Kim melihat Cha Myeong Jae berlatih mengumpankan bola-bola baseball. Dulunya Cha Myeong Jae adalah seorang pitcher berbakat, namun tiba-tiba ia kehilangan pendengarannya dan Ia memutuskan tidak mau bermain baseball lagi. Keesokan harinya pelatih Kim masuk ke kelas dan mengajak Cha Myeong Jae untuk bermain baseball. Walaupun awalnya Cha Myeong Jae menolak. pelatih Kim tidak menyerah dan akhirnya berhasil meyakinkan Cha Myeong Jae untuk masuk di tim baseball tersebut.

Setiap kita mungkin memiliki trauma/ketakutan/kekuatiran kita masing-masing. Namun bagaimana sikap kita menghadapi hal-hal tersebut. Apakah kita seperti pitcher tim baseball yang pertama, begitu mengalami memar karena hantaman bola, kita akan menyerah dan tidak mau berkecimpung dengan hal-hal tersebut lagi? Ataukah kita mau mencoba seperti Cha Myeong Jae yang walaupun ia mengalami trauma dan ketakutan bermain baseball, namun dirinya mau mencoba untuk mencobanya kembali?

Salah satu bagian yang mengharukan dari film tersebut adalah ketika dalam sebuah pertandingan, Cha Myeong Jae adalah satu-satunya pitcher, sehingga ia harus berkali-kali mengumpan bola yang menyebabkan lengannya terasa begitu menyakitkan dan jari-jarinya penuh denan luka. Pelatih Kim sudah meminta Cha Myeong Jae untuk menghentikan pertandingan, namun dirinya tidak menyerah dan mengatakan ingin melanjutkan permainan tersebut apapun hasilnya. (Saya lupa kalimat persis yang Ia ucapkan, namun saya ingat bagaimana kalimat tersebut sangat menyentuh hati, jadi saran saya, tontonlah filmnya ^^ )

4. Kerja Sama
Di bagian awal diceritakan juga bahwa Cha Myeong Jae merasa dirinya sangat berbakat dan sangat berperan dalam tim tersebut dan tidak mau mendengarkan teman-temannya, dan justru teman-temannya yang harus mengikuti dirinya karena dirinyalah yang terhebat. Namun permainan baseball adalah sebuah permainan yang membutuhkan kerjasama, seorang pitcher yang sangat hebat tanpa didukung kerja sama dari pemain yang lain tidak akan mampu memenangkan permainan.

Demikian juga dalam kehidupan nyata, baik dalam pekerjaan maupun dalam pelayanan. Sehebat apa pun diri kita, kita harus mampu bekerja sama dengan orang lain, tidak merasa diri yang paling hebat sehingga tidak membutuhkan orang lain.

Well, empat inspirasi ini yang saya dapatkan ketika menonton film Glove. Apakah Anda merasa film tersebut menginspirasi Anda dan layak untuk ditonton?


Monday, December 10, 2012

The Ultimate Gift

Ketika kita mendengar kata 'The Ultimate Gift', hadiah apakah yang terlintas di pikiran kita? Ipad? Mobil? Rumah? atau mungkin hadiah-hadiah mewah lainnya yang mungkin pernah kita terima? Ada sebuah film yang memiliki pesan moral yang sangat baik berjudul "The Ultimate Gift". Sebuah quotes menarik tertulis di vocer film tersebut berbunyi demikian "Life is how you live it, not how you spend it".

Saya berpikir kutipan tersebut mungkin muncul karena banyak orang di dalam hidup ini hanya berkutat pada bagaimana menghabiskan hidupnya dan bersenang-senang namun tidak pernah memiliki suatu makna atau  hal yang berarti dalam hidupnya. Hal ini pula yang dialami oleh Jason Steven yang merupakan pemeran utama dalam film 'The Ultimate Gift'.

Jason Steven lahir dalam sebuah keluarga yang kaya raya dan selama ini ia hanya mengisi hari-harinya dengan berfoya-foya dan bersenang-senang dengan kekayaan dan teman-teman yang ia miliki. Sampai pada suatu hari kakek dari Jason yang bernama "Red Steven" meninggal dunia dan memutuskan untuk memberikan warisannya kepada Jason. Namun tidak semudah itu si Jason mendapatkan warisannya, untuk memperoleh seluruh warisan dari kakeknya, Jason harus melewati beberapa tahap.


Gus
Jason dan Gus ketika di Bandara
Tahap pertama, Jason harus bekerja di Texas. Suatu hal yang belum pernah dilakukan oleh Jason sebelumnya tentunya. Di Texas, Jason bertemu dengan Gus dan Jason diminta untuk membuat semacam pagar di tanah kosong yang dimiliki oleh keluarga Steven.



Pada awalnya Jason mengeluh dan hanya mengerjakan pekerjaannya dengan asal-asalan. Ketika tiang-tiang telah terpasang, Gus mencoba kekuatan dari tiang yang telah terpasang tersebut dengan menarik tiang-tiang tersebut dengan mobilnya dan akhirnya robohlah semua tiang-tiang yang telah terpasang tersebut. Pada hari-hari berikutnya, Jason kembali bekerja, kali ini ia bekerja dengan lebih giat dengan harapan ia akan menerima warisan yang sangat besar dari kakeknya dan tanpa ia sadari ia telah memasang tiang-tiang tersebut dengan kokohnya dan untuk jarak yang cukup panjang. Tanpa Jason sadari inilah hadiah pertamanya dari sang kakek, yaitu "The Gift of Work". 

Tahap pertama telah dilalui oleh Jason, namun ternyata ia masih harus melewati tahap selanjutnya untuk mendapatkan warisan dari sang kakek. Untuk tahap kedua ini, syarat yang diajukan seharusnya cukup mudah, Jason hanya perlu membuktikan bahwa ia memiliki teman yang sejati. Seluruh harta, rumah, credit card milik Jason disita oleh pengacaranya. Dan hasilnya semua teman-temannya menghilang satu persatu seiring dengan menghilangnya harta dari Jason. Karena tidak memiliki tempat tinggal, si Jason akhirnya harus tidur di kursi sebuah taman. Di sana awal pertemuan Jason dengan Emily dan Alexia (Ibu dari Emily) yang akhirnya menjadi sahabat sejati Jason. Hal kedua yang dipelajari oeh Jason adalah "The Gift of Friend".

Jason duduk di taman karena rumahnya disita

Jason dan Emily

Jason akhirnya mengetahui Emily ternyata mengidap penyakit kanker, dari hal tersebutlah karakter dan perjalanan hidup Jason mulai berubah.Selain kedua hadiah tersebut, masih ada tahapan-tahapan lainnya yang harus dilalui oleh Jason dan semuanya merupakan sebuah perjalanan hadiah terindah yang diterima oleh Jason. Di akhir film ditampilkan 11 hadiah yang telah diterima oleh Jason dalam perjalanannya mendapatkan warisan dari sang kakek. Kesebelas hadiah tersebut adalah:
  • The gift of work
  • The gift of friends
  • The gift of learning
  • The gift of problem
  • The gift of laughter
  • The gift of giving
  • The gift of gratitude
  • The gift of dream
  • The gift of a day
  • The gift of loving
  • The gift of family
  • The gift of money 
Bagaimana akhir kisah dari Jason, Alexia dan Emily? Apakah Jason pada akhirnya mendapatkan warisannya dari sang kakek? Sebuah film yang saya sangat rekomendasikan untuk ditonton dan saksikan akhir dari kisah tersebut yang begitu menggugah hati kita.

Saya yakin dalam kehidupan yang kita jalani saat ini, masing-masing di antara kita telah menerima hadiah-hadiah terindah namun seringkali kita tidak menyadarinya dan tidak menganggapnya penting dalam kehidupan kita dan bahkan seringkali kita mengeluh akan 'hadiah' yang telah kita terima tersebut padahal 'hadiah-hadiah' tersebut jauh lebih tinggi nilainya daripada uang dan harta benda. Salah satu hal yang menjadi pembelajaran penting dari film tersebut adalah ""Life is how you live it, not how you spend it". Hidup tidak hanya sekedar menghabiskan waktu yang kita miliki, namun lebih kepada menyadari apa dan siapa yang boleh kita miliki, mensyukuri semua yang boleh miliki dan alami dan berbagi hidup kita sehingga kita boleh bermakna bagi orang lain. So, Have you live your live?