Friday, March 20, 2015

Ujian yang Membawa Berkat

Beberapa tahun terakhir ini saya benar-benar merasa sedang menempuh 'ujian' di universitas kehidupan. Di sekolah, ujian adalah alat yang dipakai untuk menguji apakah seseorang sudah menguasai pelajaran yang telah dibagikan. Demikian juga di universitas kehidupan ini, ujian adalah alat untuk menguji apakah kita telah benar-benar menguasai sifat/keahlian tertentu yang ingin kita kembangkan/kuasai di dalam hidup ini.

Saya ingat betul permintaan saya di ulang tahun saya tahun yang lalu. Saya berharap menjadi pribadi yang lebih baik, sabar dan bijaksana. Sadarkah kita ketika kita ingin menjadi pribadi yang lebih sabar, maka ujiannya adalah kita harus menghadapi hal-hal yang menyebalkan dan kita harus belajar untuk tetap tenang, sabar dan bijaksana dalam menyelesaikan hal tersebut. Ketika saya ingin menjadi pribadi yang lebih sabar, maka konsekuensi yang saya harus terima adalah saya tidak boleh protes apabila dalam keseharian ada begitu banyak hal yang terasa begitu menyebalkan dan menguras emosi saya. Lah katanya ingin belajar sabar, kalau keadaannya aman, tentram dan damai, kesabarannya terbukti dari mana?
Saya akan dinyatakan lulus ujian kesabaran ketika situasi dan kondisinya begitu tidak mengenakkan dan menguras emosi namun saya tetap mampu tenang dan tidak terpancing emosi untuk menghadapi situasi tersebut.

Contoh real dari ujian kesabaran yang saya hadapi adalah menghadapi murid-murid yang (dalam versi saya) seenaknya sendiri, tidak ada motivasi untuk belajar (maunya main game terus), tidak mau nurut, dll. Kalau mau cuek dan diambil mudahnya, murid mau belajar atau tidak, mengerti atau tidak sih seharusnya saya tidak perlu ambil pusing. Kalau tidak mau belajar, ya tidak usah les, daripada les dengan terpaksa dan saya harus lelah fisik, perasaan dan pikiran untuk 'memaksa' anak ini untuk belajar. Namun dalam hal ini saya justru belajar banyak hal. Akan sangat mudah dan menyenangkan bagi kita para guru apabila mempunyai murid yang baik, penurut, dan rajin belajar. Kalau semuanya begitu indah, dan tidak ada tantangannya, keahlian diri apa yang sedang kita asah? Ketika kita menghadapi murid yang malas belajar, maka kita akan menjadi lebih kreatif, dan berpikir bagaimana supaya anak ini dengan senang hati untuk belajar? Bagaimana membuat pelajaran ini mudah dimengerti? dan yang lebih mendasar, bagaimana membuat anak ini untuk bersikap dengan lebih baik lagi? Tentunya kesabaran dan ketegasan saya menjadi lebih terlatih juga, karena saya tentunya tidak dapat berharap perubahan akan terjadi secara instan.

Demikian halnya dengan kebijaksanaan. Kita tidak dapat mengharapkan kita bisa belajar mengenai kebijaksanaan ketika hidup kita aman, tentram dan damai tanpa ada konflik atau tantangan yang dihadapi. Ada begitu banyak pergumulan yang terasa begitu berat dan menyakitkan, namun setelah itu semua terlewati saya beryukur sekali untuk pembelajaran yang boleh saya dapatkan.

Dalam sharing saya yang sebelumnya saya pernah menceritakan mengenai kebencian dan kepahitan yang saya alami terhadap orang-orang di lingkungan gereja. Saya dulu sempat berpikir bahwa orang-orang yang pelayanan dan orang-orang yang ke gereja tentunya orang-orang yang baik sehingga minim akan kesalahan. Ketika saya melihat dan mengalami sendiri bahwa orang-orang tersebut ternyata tidak jauh berbeda dengan orang-orang yang tidak ke gereja, maka saya jadi mempertanyakan kenapa saya harus ke gereja, saya merasa dikecewakan oleh orang-orang tersebut dan saya berpikir tidak lagi ingin ke gereja. Namun melalui pergumulan yang cukup panjang (dan tentunya penuh dengan air mata), saya pun belajar, manusia tidaklah sempurna, manusia telah jatuh di dalam dosa, saya sendiri pun bukanlah manusia yang sempurna. Tuhan tidak bersalah apa pun sehingga tidak ada alasan bagi saya untuk berhenti pelayanan, berhenti ke gereja, yang salah adalah pribadi manusianya. Walaupun mengalami hal-hal yang menurut saya tidak menyenangkan dan menyakitkan, saya sungguh bersyukur untuk pengalaman dan pembelajaran yang sangat berharga yang boleh saya dapatkan.

Masih ada kejadian lain yang saya rasa tidak menyenangkan buat saya, namun memberikan saya pembelajaran yang luar biasa. Mungkin seringkali di gereja kita menyanyikan "Meskipun badai silih berganti dalam hidupku, ku tetap cinta Yesus selamanya". Benarkah ketika badai tersebut terjadi, kita tetap cinta Yesus? Hal kecil yang saya alami mengingatkan saya akan lagu tersebut. Seringkali hal-hal kecil, sakit hati dan gesekan dalam pelayanan yang terjadi membuat saya merasa ingin menyerah dan tidak mau berjuang lagi. Apalagi ketika yang berkepentingan juga tidak peduli dan ambil pusing. Namun seorang sahabat berbagi kepada saya "Saya lho 'disakiti', 'dimarahi' gpp, yang penting tujuannya tercapai dan Tuhan yang dimuliakan". Dia menceritakan bagaimana dia dimarahi, padahal yang seharusnya bertanggung jawab adalah orang lain. Ketika kita disakiti, dikecewakan, akankah hal tersebut akan membuat kita berhenti melayaniNya? Kondisi yang tidak nyaman, tidak mengenakkan adalah hal yang dipakai untuk menguji kita akankah kita tetap 100% memberikan yang terbaik?akankah kita tetap melayaniNya?apakah kita cuma melayani apabila semuanya mendukung? Ketika saya merasa ingin berhenti karena merasa lelah dan sakit hati, di saat itulah saya belajar bagaimana untuk boleh tetap terus melayani dan memberikan yang terbaik. Saya jadi menyadari, karena gesekan dengan saudara seiman yang sepele saja saya hampir berhenti pelayanan, padahal saya sering menyanyikan "Meskipun badai silih berganti dalam hidupku, ku tetap cinta Yesus selamanya", mana buktinya??? Situasi tidak mengenakkan dan tidak nyaman yang kita alami adalah moment yang dapat kita pakai untuk membuktikan kesungguhan kita dalam melayani Dia.

Terlalu banyak hal yang dapat saya ceritakan bagaimana ujian-ujian yang terjadi dalam hidup saya membuat saya memperoleh pembelajaran berharga (berkat), dan tentunya ketika saya berhasil melewati ujian tersebut berarti saya naik ke level yang selanjutnya, dimana sama seperti di sekolah, ketika naik kelas, maka pelajaran dan ujiannya akan disesuaikan dengan level yang selanjutnya.  Saya tidak perlu kuatir apabila saya naik ke level yang selanjutnya, karena saya tahu saya akan dibekali dengan pengetahuan dan kemampuan yang cukup sebelum saat ujian itu tiba. Jadi, jangan takut apabila saat ujian itu tiba, karena kita telah dibekali terlebih dahulu sebelumnya dan hal tersebut PASTI membawa berkat bagi setiap kita.